Seorang ahli anatomi terkenal dari Inggris suatu kali ditanya oleh seorang siswanya, "Apa obat paling mujarab bagi rasa takut?". Jawaban untuk pertanyaan itu adalah, "Cobalah berbuat sesuatu untuk orang lain."
Murid itu terpana dan meminta penjelasan lebih lanjut. Ahli anatomi itu menjawab, "Engkau tidak bisa memiliki dua rangkaian pikiran yang bertentangan pada saat yang sama. Satu rangkaian pikiran selalu akan mendepak pergi yang satunya lagi. Jika pikiranmu dikuasai oleh keinginan yang tulus untuk membantu orang lain, engkau tidak bisa merasa takut pada saat yang sama."
Demikianlah sebuah cerita yang mendeskripsikan bahwa secara harfiah manusia juga memiliki suatu bentuk respon emosi yaitu fear. Rasa takut ini merupakan mekanisme dasar yang terjadi sebagai respon dari adanya suatu stimulus yang khas, yaitu masalah dan ancamannya. Kadang tak terelakkan. Datang di dalam pikiran dan membawa suasana hati menjadi down. Hasilnya, exactly kita jadi gugup, tegang, dan bisa jadi patah semangat.
Tapi yang jelas tingkatan rasa takut tiap orang itu berbeda-beda tergantung bagaimana stimulus dari masalah dan ancamannya. Ada yang takut bila cita-cita pendidikannya gagal, ada yang takut bila tidak mendapatkan teman hidup alias jodoh, hehehe, atau hubungan spesial dengan pasangan hidupnya terputus, dan ada yang bila seseorang yang paling dikasihinya pergi. Semuanya tergantung bebannya, bukan karena suasana hati karena justru suasana hati adalah dampaknya.
Seseorang menjadi stress dan depresi bearawal dari pikirannya yang telah distimulus oleh suatu situasi yang tidak diharapkan datang, dan ditambah ruwetnya beban pikiran. Bukan hanya karena ada banyak masalah, meskipun juga ada sedikit masalah tapi kita tidak bisa mengaturnya lewat jalan pikiran kita, automaticly kelak kita bisa takut deh kelak apa yang akan terjadi, dan apa ancamannya.
However, konsep peta pikiran atau mind mapping menjelaskan bahwa cara kerja pikiran kita menuliskan tema utama sebagai titik sentral dan memikirkan cabang-cabang atau tema-tema turunan yang keluar dari titik tengah tersebut dan mencari hubungan antara tema turunan. Selain itu, cara kerjanya juga bisa berjalan dalam dua rangkaian yang bertentangan. Anggaplah negative polar dan positive polar.
Jika ada masalah yang menstimulus pikiran kita biarkanlah itu bekerja secara postif. Itu akan membawa kita pada optimisme dan mengurangi rasa takut yang berlebihan. Ingat rasa takut tidak dapat dilenyapkan begitu saja. Yang penting, jangan biarkan diri kita berlarut-larut dalam dua rangkaian pikiran yang bertentangan. Negative polar dan positive polar. Pilih positive polar. Suatu rangkaian dimana kita memikirkan peluang-peluang dan langkah-langkah memenuhi peluang itu.
Maksudnya adalah jika sejauh mana kita berbuat suatu upaya pemecahan masalah, maka kita juga harusnya berharap. Ada usaha yang maksimal tentu ada imbalannya. Tentunya harus tulus megerahkan kemampuan.
Apabila kemapuan kita terbatas, alternatifnya masih ada orang lain yang membantu. Perlu adanya suatu empati. Harapannya jika pikiran dikuasai oleh keinginan yang tulus untuk membantu orang lain, maka kita tidak akan merasa takut pada saat membutuhkan empati. Cobalah juga berbuat bagi orang lain di dalam mencarikan solusi permasalahan. Itu adalah jawabannya dan akan diberi jawaban. At least, kita bisa belajar dari permasalahan orang lain dengan cara membantunya. Empatinya ? Pasti ada, asalkan tulus maka yakin secara adil itu akan datang terutama dari Sang Pencipta.
Nah, itu artinya kita sedang menjalankan kehidupan secara aktif dengan pikiran, tindakan, dan harapan yang positif. Sesuai takarannya kita sedang menghidupkan kehidupan yang kita imajinasikan dengan apa adanya, selebihnya akan disempurnakan oleh Sang Pencipta. Kemanakah kita berseru ? Is it right ? And now, would you bring your mind to the only one polar? Is that a positive polar to be? ^_^.
Murid itu terpana dan meminta penjelasan lebih lanjut. Ahli anatomi itu menjawab, "Engkau tidak bisa memiliki dua rangkaian pikiran yang bertentangan pada saat yang sama. Satu rangkaian pikiran selalu akan mendepak pergi yang satunya lagi. Jika pikiranmu dikuasai oleh keinginan yang tulus untuk membantu orang lain, engkau tidak bisa merasa takut pada saat yang sama."
Demikianlah sebuah cerita yang mendeskripsikan bahwa secara harfiah manusia juga memiliki suatu bentuk respon emosi yaitu fear. Rasa takut ini merupakan mekanisme dasar yang terjadi sebagai respon dari adanya suatu stimulus yang khas, yaitu masalah dan ancamannya. Kadang tak terelakkan. Datang di dalam pikiran dan membawa suasana hati menjadi down. Hasilnya, exactly kita jadi gugup, tegang, dan bisa jadi patah semangat.
Tapi yang jelas tingkatan rasa takut tiap orang itu berbeda-beda tergantung bagaimana stimulus dari masalah dan ancamannya. Ada yang takut bila cita-cita pendidikannya gagal, ada yang takut bila tidak mendapatkan teman hidup alias jodoh, hehehe, atau hubungan spesial dengan pasangan hidupnya terputus, dan ada yang bila seseorang yang paling dikasihinya pergi. Semuanya tergantung bebannya, bukan karena suasana hati karena justru suasana hati adalah dampaknya.
Seseorang menjadi stress dan depresi bearawal dari pikirannya yang telah distimulus oleh suatu situasi yang tidak diharapkan datang, dan ditambah ruwetnya beban pikiran. Bukan hanya karena ada banyak masalah, meskipun juga ada sedikit masalah tapi kita tidak bisa mengaturnya lewat jalan pikiran kita, automaticly kelak kita bisa takut deh kelak apa yang akan terjadi, dan apa ancamannya.
However, konsep peta pikiran atau mind mapping menjelaskan bahwa cara kerja pikiran kita menuliskan tema utama sebagai titik sentral dan memikirkan cabang-cabang atau tema-tema turunan yang keluar dari titik tengah tersebut dan mencari hubungan antara tema turunan. Selain itu, cara kerjanya juga bisa berjalan dalam dua rangkaian yang bertentangan. Anggaplah negative polar dan positive polar.
Jika ada masalah yang menstimulus pikiran kita biarkanlah itu bekerja secara postif. Itu akan membawa kita pada optimisme dan mengurangi rasa takut yang berlebihan. Ingat rasa takut tidak dapat dilenyapkan begitu saja. Yang penting, jangan biarkan diri kita berlarut-larut dalam dua rangkaian pikiran yang bertentangan. Negative polar dan positive polar. Pilih positive polar. Suatu rangkaian dimana kita memikirkan peluang-peluang dan langkah-langkah memenuhi peluang itu.
Maksudnya adalah jika sejauh mana kita berbuat suatu upaya pemecahan masalah, maka kita juga harusnya berharap. Ada usaha yang maksimal tentu ada imbalannya. Tentunya harus tulus megerahkan kemampuan.
Apabila kemapuan kita terbatas, alternatifnya masih ada orang lain yang membantu. Perlu adanya suatu empati. Harapannya jika pikiran dikuasai oleh keinginan yang tulus untuk membantu orang lain, maka kita tidak akan merasa takut pada saat membutuhkan empati. Cobalah juga berbuat bagi orang lain di dalam mencarikan solusi permasalahan. Itu adalah jawabannya dan akan diberi jawaban. At least, kita bisa belajar dari permasalahan orang lain dengan cara membantunya. Empatinya ? Pasti ada, asalkan tulus maka yakin secara adil itu akan datang terutama dari Sang Pencipta.
Nah, itu artinya kita sedang menjalankan kehidupan secara aktif dengan pikiran, tindakan, dan harapan yang positif. Sesuai takarannya kita sedang menghidupkan kehidupan yang kita imajinasikan dengan apa adanya, selebihnya akan disempurnakan oleh Sang Pencipta. Kemanakah kita berseru ? Is it right ? And now, would you bring your mind to the only one polar? Is that a positive polar to be? ^_^.