Menjelang malam hari, saat itu aku dan puluhan pasukan baru saja bertempur. Kami menang. Semuanya tampak lelah tapi kami meneruskan perjalanan pulang. Seorang rekanku mendekat dan dengan bangga berkata padaku, “Jendral, kelak Anda sebenarnya pantas menjadi kaisar kerajaan ini.”
Aku tidak banyak berkata untuk menanggapinya. Rekanku itu cukup puas. Sempat terbersit di pikiranku bayangan kaisar kami, Caesar Marcus Aurelius , dengan jelas ingatanku saat aku bercengkeramah dengannya.
Caesar : “Mengapa engkau setia padaku ?”
Maximus : “Demi negeri ini .”
Caesar : “Berapa lama lagi engkau tahan menghadapi peperangan ? Aku ingin sesuatu yang lebih mulia engkau dapatkan. Aku sudah berkuasa 20 tahun dan hanya 4 tahun negeri kita menikmati kedamaian tanpa peperangan.”
Maximus : “Aku tidak tahu, Caesar jangan terlalu kuatir. ”
Caesar sangat baik padaku. Aku tahu maksudnya tapi tak terpikirkan olehku. Ahh, lagipula aku tidak berminat jadi kaisar. Gumamku setelah rekanku itu menjauh dari barisan.
Sampai di istana, kuambil sepucuk surat dari ruanganku dan kubaca. Sebuah surat dari istriku. Dia dan putraku baik-baik saja. Lamunanku sesaat semakin menambah rindu. Cukup lama kubayangkan wajah istri dan putraku.
Tiba-tiba ada panggilan lantang dari luar ruanganku. Suara nyaring seorang perwira memanggilku. “Jendral, kaisar ingin bertemu Anda.”
Agak aneh perasaanku. Dengan segera aku bergegas keluar ruangan dan berjalan melalui taman. Tampak sunyi dan beraura surgawi. “Ada dimana kaisar ?”, tanyaku pada perwira itu.
“Beliau tak ada rupanya”, jawab perwira itu.
Belati tajam menghunusku. Sangat dalam menusuk punggungku hingga menembus jantungku. Sangat menghentak hingga membuatku tergeletak. Sejenak masih tersisa bayangan tentang istri dan putraku. Tangisku terakhir.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah nasib seorang serdadu yang jujur dan setia mengabdi pada negerinya. Maximus adalah seorang jendral Romawi yang tangguh dan selalu menjadi andalan Caesar Marcus Aurelius. Karena kaisar itu makin tua, ia menginginkan Maximuslah yang menggantikanya. Keputusan kaisar itu membuat putranya, yaitu Commodus menjadi cemburu. Ia seorang yang tamak dan kejam. Kemudian Cesar Marcus Aurelius pada akhirnya mati juga akibat dibunuh oleh anaknya sendiri yang memiliki ambisi menggantikan ayahnya. Untuk menjadi seorang Caesar di negeri Romawi.
Layaknya Maximus, adakah kita temui seorang patriot-patriot sejati di negeri ini ? Seorang yang rela melayani dengan tulus berbuat dan berjuang, tidak tawar hati, dan tidak tamak.
Ketamakan dan kebencian dapat merusak kedamaian. Mereka yang mengejar kursi kekuasaan dan harta, selalu sibuk memikirkan siasat-siasat untuk merebutnya. Berlaku curang, tidak adil, merugikan banyak orang, tentu saja ini mengorbankan anak-anak negeri sendiri.
Dengan begitu, semuanya akan menjadi kacau dan di sana sini timbul perselisihan. Akibatnya keharmonisan menjadi rusak karena timbul dendam dan kebencian.
Pernahkah kita membenci seseorang dan tidak mau memaafkannya ? Ingatlah bahwa ketika kekuatan akan cinta melebihi kecintaan akan kekuasaan, maka dunia pun menemukan kedamaian.
1 comments:
Saya suka kata-kata di paragraf terakhir.
Anda benar sekali, bang henry :)
Masalahnya manusia kan selalu haus. Haus harta. Haus kekuasaan. Jadi cinta cuma kayak sebuah kata manis yang tidak bisa dirasakan lagi..
tapi ga semua orang juga kayak gitu yaa..buktinya saya..hahahaa
Use these emoticons on your comment. :)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Post a Comment