GEMPA BUMI 7.6 SKALA RICHTER DI SUMATERA BARAT
Berdasarkan data USGS, dinyatakan bahwa gempa ini terjadi pada tanggal 30 September 2009 jam 17:16:09. Pusat gempa ini berada di arah 57 kilometer barat daya Pariaman, Padang -Sumatera Barat dengan kedalaman (hiposenter) 80 km. Mengapa tidak terjadi Tsunami ? Kalau diamati berdasarkan jarak lokasinya dari kota Padang, menunjukkan bahwa meskipun gempa ini terjadi di bawah lautan tetapi tidak terlalu jauh dari daratan. Dan karena gempa tersebut tergolong gempa dalam (lebih dalam dari 40 km) maka gempa bumi ini tidak menimbulkan Tsunami. Tidak seperti terjadinya gempa yang membengkitkan tsunami di Aceh tahun 2004 lalu.
Bagaimana proses terjadinya gempa bumi ini ? Proses terjadinya gempa bumi ini dipicu oleh pergerakan lempeng tektonik yang saling bertumbukan, yaitu antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia dengan kecepatan 60 mm/tahun. Tumbukan kedua lempeng ini menimbulkan zona subduksi (penunjaman) di bagian barat Pulau Sumatera, tepatnya di dasar bawah laut. Akibat dari stress (tekanan) dari tumbukan kedua lempeng ini juga, maka terbentuklah sesar-sesar (patahan) di dekat permukaan. Seperti sesar Sumatera yang merupakan salah satu sesar (patahan) yang merupakan paling panjang di di dunia. Di Sumatera Barat terdapat Sesar Semangko yang paling terkenal, dan juga patahan-patahan (sesar) kecil.
Karena permukaan lempeng-lempeng yang kasar (rigid) itu saling bergesekan dan terjadi gaya tekan (stress) pada batuan di kedalaman sekitar 80 km, maka kondisinya menjadi terjepit dan terkunci. Di sinilah terjadi penimbunan energi yang semakin berakumulasi (bertambah besar) sampai dengan jangka waktu tertentu lamanya. Ketika himpunan energi di dalam suatu material batuan ini melewati daya tahannya (batas maksimum), maka batuan tersebut setelah melengkung akhirnya menjadi patah dan melepaskan energi-energi yang dibawa oleh gelombang-gelombang gempa.
Gelombang-gelombang ini bergerak dari sumbernya pada kedalaman sekitar 80 km dan menjalar melalui media padat seperti batuan padakerak bumi dan juga melalui media cair seperti air laut. Dengan waktu dan kecepatan tertentu akhirnya gelombang-gelombang ini sampai pada permukaan bumi yang menimbulkan getaran-getaran (dapat dirasakan). Efeknya terasa luas hingga ke Pekanbaru, Batam, Bengkulu, Sibolga, Medan, Aceh, Jakarta, bahkan sampai ke negara tetangga Singapura dan Malaysia. Besar kecilnya efek goncangan (shaking) penyebab getaran gempa tersebut bergantung pada magnitudo, kedalaman, jarak, kondisi geologi, percepatan gerakan tanah, dan struktur bangunan. Faktor-faktor inilah yang menjadi penentu seberapa besar tingkat kerusakan akibat gempa bumi. Oleh karena itulah dampak terparah dirasakan di daerah Pariaman, Sumatera Barat.
BAGAIMANA DENGAN KEGEMPAAN JAWA BARAT ?
Mengapa wilayah Jawa Barat termasuk rawan terjadi gempa bumi ? Di sebelah selatan Pulau Jawa terdapat zona subduksi (penunjaman), yaitu pertemuan antara lempeng Eurasia yang berada di sebelah utara dengan lempeng Indo-Australia yang berada di sebelah selatan. Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berada di sekitar zona subduksi tersebut. Selain itu, wilayah Jawa Barat juga terdapat zona patahan (sesar geser) di bawah permukaannya. Hal ini berarti wilayah Jawa Barat merupakan wilayah yang cukup kompleks karena terdapat zona subduksi (interplate) dan zona sesar geser (intraplate) yang menjadi cikal bakal terjadinya gempa bumi. Namun selama ini dapat diketahui bahwa gempa bumi yang sering terjadi berasal dari zona sesar geser (intraplate) antara lain sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis.
- Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua, membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang.
- Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di Kadipaten-Majalengka.
- Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih 30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok bagian utara relatif turun membentuk morfologi dataran (dataran Lembang).
GEMPA TERBARU JAWA BARAT
Gempa bumi ini telah terjadi di selatan Pulau Jawa, tepatnya 142 km dari sebelah baratdaya Tasikmalaya atau berada pada 7.778°S, 107.328°E. Kejadian gempa ini menurut USGS berasal dari kedalaman 50 km dan magnitude 7.0 pada tanggal 02 September 2009 jam 14:55:01. Dimana efeknya juga dapat dirasakan di beberapa wilayah Jawa Barat seperti Sukabumi, Garut, Bandung, Cianjur, Ciwidey, bahkan Jakarta.
Pemicu terjadinya gempa bumi adalah pengaruh pergerakan lempeng Australia dengan lempeng Sunda (Lempeng Asia Tenggara) pada batas zona subduksi dengan kecepatan pergerakan relatifnya 59 mm/tahun. Pada batas zona tersebut terjadi patahan (fault) yang menimbulkan efek radiasi gelombang seismik setelah terjadi akumulasi energi pada materi batuannya. Meskipun pusat gempanya terjadi di laut, tetapi gempa ini tidak berpotensi menyebabkan tsunami.
Pergeseran lempeng-lempeng ini mempengaruhi sesar-sesar yang terdapat di wilayah Jawa Barat, antara lain sesar cimandiri, sesar garut, sesar tasik. Sedangkan sesar lembang hanya terkena reaksi (imbas) sesar-sesar di sekelilingnya. Sehingga wilayah Bandung utara, Bandung Barat, Bogor, dan Jakarta juga mengalami getaran gempa yang dapat dirasakan. Efek terparahnya berdasarkan ukuran Intensitas terjadi di daerah Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan Sukabumi.
TATANAN LEMPENG TEKTONIK INDONESIA
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang termasuk zona kegempaan dengan seismisitas tinggi. Karena terletak di pertemuan batas antar lempeng tektonik utama, antara lain Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia. Dimana pertemuan lempeng-lempeng tersebut membentuk zona subduksi (interplate). Khususnya di sepanjang daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan sebelah selatan Pulau Jawa. Dan tentunya juga terletak di beberapa daerah sekitar Pulau Maluku, sebelah barat dan utara Papua. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik ini juga dapat menimbulkan zona sesar geser (intraplate). Dari dua jenis zona inilah kemudian di lakukan penelitian mengenai sumber gempa (studi seismologi).
Dari pengamatan jalur-jalur subduksi (batas penunjaman) lempeng tektonik, maka pada jalur tersebutlah kemungkinan timbul gempa bumi. Oleh karena wilayah Indonesia dominan dikelilingi jalur subduksi, jadi berarti wilayah Indonesia dominan rawan terjadi gempa bumi. Dimana gempa bumi sebenarnya terjadi setiap saat (kapan saja), ada yang dapat dirasakan dan ada yang tidak dapat dirasakan getarannya. Selain itu keberadaan zona subduksi juga berimplikasi terbentuknya jajaran gunung-gunung aktif di Indonesia. Indonesia mempunyai sekitar 129 gunung api aktif, yang tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, Sumba, Banda, Maluku. Gunung-gunung aktif ini terletak di atas zona penunjaman (Subduksi), yang merupakan hasil proses gesekan antara dua lempeng pada tekanan dan temperatur yang sangat tinggi yang memungkinkan terbentuk nya materi panas (magma). Dan ini berarti wilayah Indonesia juga rawan akan gempa akibat letusan gunung api.
PREDIKSI GEMPA BUMI
Sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi dengan tepat kapan dan dimana gempa akan terjadi. Akan tetapi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, telah di upayakan, zonasi daerah-daerah yang mempunyai potensi kegempaan yang tinggi untuk meminimalisir dampak yang terjadi akibat gempa. Dari data-data yang diperoleh melalui hasil rekaman gempa (seismogram) maka dapat dilakukan estimasi lebih lanjut, seperti studi pemetaan risiko gempa bumi atau Seismic Zoning berdasarkan distribusi percepatan gerakan tanah (Peak Ground Accelaration). Percepatan gerakan tanah merupakan percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi.
Estimasi PGA ini sangat bergantung pada magnitudo, banyak sekali metode yang dapat digunakan. Metode yang biasa dipakai adalah metode Murphy – O’Brien, metode Gutenberg – Richter, dan metode Kanai. Hasil estimasi PGA ini berguna untuk merepresentasikan distribusi tingkat risiko gempa bumi. Nilai distribusinya dapat di buat ke dalam bentuk peta. Biasanya nilai PGA (Peak Ground Acceleration) maksimum terjadi akibat pengaruh sesar. Semakin besar nilai PGA maka semakin besar risiko (semakin parah) akibat terjadinya gempa bumi.
MANAJEMEN BENCANA GEMPA BUMI
1.Tanggap Darurat (Emergency Response ) adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Tindakan tanggap darurat antara lain adalah:
- Pengkajian cepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumberdaya.
- Pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban.
- Pemenuhan kebutuhan dasar.
- Pemulihan dengan segera sarana-sarana kunci.
2.Bantuan Darurat (Relief ) merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar pada kedaruratan. Dalam penanggulangan keadaan darurat dapat dilakukan pemanfaatan sumberdaya termasuk bantuan darurat, sukarelawan dan bantuan internasional.
3.Kegiatan Penanganan Korban meliputi upaya-upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap korban yang timbul akibat bencana yang terjadi di suatu daerah, yang meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan, pemindahan dan pengembalian/relokasi pengungsi.
4.Pencegahan (Prevention ) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.
5.Mitigasi (Mitigation ) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non-fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. Upaya Mitigasi antara lain dilakukan dengan cara:
- Upaya-upaya edukasi di jalur formal dan/atau informal.
- Pemberian sanksi dan hadiah untuk mendorong perilaku yang lebih tepat.
- Upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran.
6.Kesiapsiagaan (Preparedness ) adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya yang dilakukan adalah Peringatan Dini (Early Warning ) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible ), segera (immediate ), tegas tidak membingungkan (coherent ), dan resmi (official ).
Berdasarkan data USGS, dinyatakan bahwa gempa ini terjadi pada tanggal 30 September 2009 jam 17:16:09. Pusat gempa ini berada di arah 57 kilometer barat daya Pariaman, Padang -Sumatera Barat dengan kedalaman (hiposenter) 80 km. Mengapa tidak terjadi Tsunami ? Kalau diamati berdasarkan jarak lokasinya dari kota Padang, menunjukkan bahwa meskipun gempa ini terjadi di bawah lautan tetapi tidak terlalu jauh dari daratan. Dan karena gempa tersebut tergolong gempa dalam (lebih dalam dari 40 km) maka gempa bumi ini tidak menimbulkan Tsunami. Tidak seperti terjadinya gempa yang membengkitkan tsunami di Aceh tahun 2004 lalu.
Bagaimana proses terjadinya gempa bumi ini ? Proses terjadinya gempa bumi ini dipicu oleh pergerakan lempeng tektonik yang saling bertumbukan, yaitu antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia dengan kecepatan 60 mm/tahun. Tumbukan kedua lempeng ini menimbulkan zona subduksi (penunjaman) di bagian barat Pulau Sumatera, tepatnya di dasar bawah laut. Akibat dari stress (tekanan) dari tumbukan kedua lempeng ini juga, maka terbentuklah sesar-sesar (patahan) di dekat permukaan. Seperti sesar Sumatera yang merupakan salah satu sesar (patahan) yang merupakan paling panjang di di dunia. Di Sumatera Barat terdapat Sesar Semangko yang paling terkenal, dan juga patahan-patahan (sesar) kecil.
Karena permukaan lempeng-lempeng yang kasar (rigid) itu saling bergesekan dan terjadi gaya tekan (stress) pada batuan di kedalaman sekitar 80 km, maka kondisinya menjadi terjepit dan terkunci. Di sinilah terjadi penimbunan energi yang semakin berakumulasi (bertambah besar) sampai dengan jangka waktu tertentu lamanya. Ketika himpunan energi di dalam suatu material batuan ini melewati daya tahannya (batas maksimum), maka batuan tersebut setelah melengkung akhirnya menjadi patah dan melepaskan energi-energi yang dibawa oleh gelombang-gelombang gempa.
Gelombang-gelombang ini bergerak dari sumbernya pada kedalaman sekitar 80 km dan menjalar melalui media padat seperti batuan padakerak bumi dan juga melalui media cair seperti air laut. Dengan waktu dan kecepatan tertentu akhirnya gelombang-gelombang ini sampai pada permukaan bumi yang menimbulkan getaran-getaran (dapat dirasakan). Efeknya terasa luas hingga ke Pekanbaru, Batam, Bengkulu, Sibolga, Medan, Aceh, Jakarta, bahkan sampai ke negara tetangga Singapura dan Malaysia. Besar kecilnya efek goncangan (shaking) penyebab getaran gempa tersebut bergantung pada magnitudo, kedalaman, jarak, kondisi geologi, percepatan gerakan tanah, dan struktur bangunan. Faktor-faktor inilah yang menjadi penentu seberapa besar tingkat kerusakan akibat gempa bumi. Oleh karena itulah dampak terparah dirasakan di daerah Pariaman, Sumatera Barat.
BAGAIMANA DENGAN KEGEMPAAN JAWA BARAT ?
Mengapa wilayah Jawa Barat termasuk rawan terjadi gempa bumi ? Di sebelah selatan Pulau Jawa terdapat zona subduksi (penunjaman), yaitu pertemuan antara lempeng Eurasia yang berada di sebelah utara dengan lempeng Indo-Australia yang berada di sebelah selatan. Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berada di sekitar zona subduksi tersebut. Selain itu, wilayah Jawa Barat juga terdapat zona patahan (sesar geser) di bawah permukaannya. Hal ini berarti wilayah Jawa Barat merupakan wilayah yang cukup kompleks karena terdapat zona subduksi (interplate) dan zona sesar geser (intraplate) yang menjadi cikal bakal terjadinya gempa bumi. Namun selama ini dapat diketahui bahwa gempa bumi yang sering terjadi berasal dari zona sesar geser (intraplate) antara lain sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis.
- Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua, membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang.
- Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di Kadipaten-Majalengka.
- Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih 30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok bagian utara relatif turun membentuk morfologi dataran (dataran Lembang).
GEMPA TERBARU JAWA BARAT
Gempa bumi ini telah terjadi di selatan Pulau Jawa, tepatnya 142 km dari sebelah baratdaya Tasikmalaya atau berada pada 7.778°S, 107.328°E. Kejadian gempa ini menurut USGS berasal dari kedalaman 50 km dan magnitude 7.0 pada tanggal 02 September 2009 jam 14:55:01. Dimana efeknya juga dapat dirasakan di beberapa wilayah Jawa Barat seperti Sukabumi, Garut, Bandung, Cianjur, Ciwidey, bahkan Jakarta.
Pemicu terjadinya gempa bumi adalah pengaruh pergerakan lempeng Australia dengan lempeng Sunda (Lempeng Asia Tenggara) pada batas zona subduksi dengan kecepatan pergerakan relatifnya 59 mm/tahun. Pada batas zona tersebut terjadi patahan (fault) yang menimbulkan efek radiasi gelombang seismik setelah terjadi akumulasi energi pada materi batuannya. Meskipun pusat gempanya terjadi di laut, tetapi gempa ini tidak berpotensi menyebabkan tsunami.
Pergeseran lempeng-lempeng ini mempengaruhi sesar-sesar yang terdapat di wilayah Jawa Barat, antara lain sesar cimandiri, sesar garut, sesar tasik. Sedangkan sesar lembang hanya terkena reaksi (imbas) sesar-sesar di sekelilingnya. Sehingga wilayah Bandung utara, Bandung Barat, Bogor, dan Jakarta juga mengalami getaran gempa yang dapat dirasakan. Efek terparahnya berdasarkan ukuran Intensitas terjadi di daerah Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan Sukabumi.
TATANAN LEMPENG TEKTONIK INDONESIA
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang termasuk zona kegempaan dengan seismisitas tinggi. Karena terletak di pertemuan batas antar lempeng tektonik utama, antara lain Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia. Dimana pertemuan lempeng-lempeng tersebut membentuk zona subduksi (interplate). Khususnya di sepanjang daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan sebelah selatan Pulau Jawa. Dan tentunya juga terletak di beberapa daerah sekitar Pulau Maluku, sebelah barat dan utara Papua. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik ini juga dapat menimbulkan zona sesar geser (intraplate). Dari dua jenis zona inilah kemudian di lakukan penelitian mengenai sumber gempa (studi seismologi).
Dari pengamatan jalur-jalur subduksi (batas penunjaman) lempeng tektonik, maka pada jalur tersebutlah kemungkinan timbul gempa bumi. Oleh karena wilayah Indonesia dominan dikelilingi jalur subduksi, jadi berarti wilayah Indonesia dominan rawan terjadi gempa bumi. Dimana gempa bumi sebenarnya terjadi setiap saat (kapan saja), ada yang dapat dirasakan dan ada yang tidak dapat dirasakan getarannya. Selain itu keberadaan zona subduksi juga berimplikasi terbentuknya jajaran gunung-gunung aktif di Indonesia. Indonesia mempunyai sekitar 129 gunung api aktif, yang tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, Sumba, Banda, Maluku. Gunung-gunung aktif ini terletak di atas zona penunjaman (Subduksi), yang merupakan hasil proses gesekan antara dua lempeng pada tekanan dan temperatur yang sangat tinggi yang memungkinkan terbentuk nya materi panas (magma). Dan ini berarti wilayah Indonesia juga rawan akan gempa akibat letusan gunung api.
PREDIKSI GEMPA BUMI
Sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi dengan tepat kapan dan dimana gempa akan terjadi. Akan tetapi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, telah di upayakan, zonasi daerah-daerah yang mempunyai potensi kegempaan yang tinggi untuk meminimalisir dampak yang terjadi akibat gempa. Dari data-data yang diperoleh melalui hasil rekaman gempa (seismogram) maka dapat dilakukan estimasi lebih lanjut, seperti studi pemetaan risiko gempa bumi atau Seismic Zoning berdasarkan distribusi percepatan gerakan tanah (Peak Ground Accelaration). Percepatan gerakan tanah merupakan percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi.
Estimasi PGA ini sangat bergantung pada magnitudo, banyak sekali metode yang dapat digunakan. Metode yang biasa dipakai adalah metode Murphy – O’Brien, metode Gutenberg – Richter, dan metode Kanai. Hasil estimasi PGA ini berguna untuk merepresentasikan distribusi tingkat risiko gempa bumi. Nilai distribusinya dapat di buat ke dalam bentuk peta. Biasanya nilai PGA (Peak Ground Acceleration) maksimum terjadi akibat pengaruh sesar. Semakin besar nilai PGA maka semakin besar risiko (semakin parah) akibat terjadinya gempa bumi.
MANAJEMEN BENCANA GEMPA BUMI
1.Tanggap Darurat (Emergency Response ) adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Tindakan tanggap darurat antara lain adalah:
- Pengkajian cepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumberdaya.
- Pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban.
- Pemenuhan kebutuhan dasar.
- Pemulihan dengan segera sarana-sarana kunci.
2.Bantuan Darurat (Relief ) merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar pada kedaruratan. Dalam penanggulangan keadaan darurat dapat dilakukan pemanfaatan sumberdaya termasuk bantuan darurat, sukarelawan dan bantuan internasional.
3.Kegiatan Penanganan Korban meliputi upaya-upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap korban yang timbul akibat bencana yang terjadi di suatu daerah, yang meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan, pemindahan dan pengembalian/relokasi pengungsi.
4.Pencegahan (Prevention ) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.
5.Mitigasi (Mitigation ) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non-fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. Upaya Mitigasi antara lain dilakukan dengan cara:
- Upaya-upaya edukasi di jalur formal dan/atau informal.
- Pemberian sanksi dan hadiah untuk mendorong perilaku yang lebih tepat.
- Upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran.
6.Kesiapsiagaan (Preparedness ) adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya yang dilakukan adalah Peringatan Dini (Early Warning ) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible ), segera (immediate ), tegas tidak membingungkan (coherent ), dan resmi (official ).